Minggu, 03 Juni 2012

KH. Badruzzaman Perintis Tarekat Tijaniyah Garut

KH. Badruzaman diangkat sebagai muqaddam Tarekat Tijaniyah berdasarkan penunjukan langsung dari Syaikh ‘Ali b. ‘Abdullah at-Toyib. Dalam pengangkatan ini KH. Badruzzaman bisa membuka, menyebarkan dan mengembangkan murid-murid secara lebih luas di daerah yang belum tumbuh dan berkembangn Tarekat Tijaniyah, terutama di Garut, Jawa Barat.



Ciri khas periode kepemimpinan KH. Badruzzaman adalah (i) periode perintisan pertumbuhan dan penyebaran Tarekat Tijaniyah dan (ii) periode perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa.
Perintisan dan penyebaran Tarekat Tijaniyah, mula-mula dilakukan KH. Badruzzaman melalui pengajaran kepada santri-santri pesantren dan masyarakat . Usahanya dalam pengajaran Tarekat Tijaniyah kepada santri-santri — walaupun Tarekat Tijaniyah bukan bagian dari kurikulum resmi pesantren — besar fungsinya untuk mempercepat perintisan penyebaran Tarekat Tijaniyah. Dari pengajaran di pesantren, Tarekat Tijaniyah kemudian menyebar secara luas di Garut. Faktor-fakltor yang mempercepat pengembangan ini diantaranya adalah loyalitas santri kepada gurunya sebab dengan loyalitasnya santri-santri berjasa mempercepat perluasan pengikut Tarekat Tijaniyah. Faktor lainnya adalah karisma KH. Badruzzaman yang didukung beberapa faktor: Pengetahuan ilmu agama yang luas, dan disegani oleh semua kalangan di Kab. Garut, (sebagai ulama) sebagai pemimpin umat dan sebagai pejuang dalam membela bangsa (Pemimpin Politik) dengan demikian kharisma, yang telah dimiliki jauh sebelum masuk Tarekat Tijaniyah, KH. Badruzzaman sangat mudah memperoleh pengikut.

Proses kepemimpinan KH. Badruzzaman — dalam masa-masa perintisan penyebaran — juga dihadapakan dengan masa-masa sulit, yaitu perjuangan melawan pemerintah kolonial, merebut dan membela kemerdekaan Bangsa RI (masa pra kemerdekaan ) dan yang kemudian perjuangan politik dengan pembangunan (pasca kemerdekaan). Ada dua gerakan perjuangan yang paling menonjol dari beberapa gerakan perjuangan merebut kemerdekaan yakni gerakan “khalwat” dan “hijrah”. Gerakan perjuangan ini dilakukan oleh mayoritas warga Tijaniyah bersama masyarakat lainnya, dibawah komando langsung KH. Badruzzaman, yang menempuh perjalanan panjang, dari beberapa wilayah yang saling berjauhan. Gerakan Khalwat adalah riyadah atau tarbiah rohani dalam memantapkan tauhid sebagai kader pejuang kemerdekaan sebelum di terjunkan kekancah pertempuran fisik melawan penjajah yang bergabung dengan gerakan Hisbullah secara umum praktek khalwat diikuti oleh kader potensial pengikut katarekat Tijaniyah dengan cara menyepi di ruang bawah tanah. Gerakan ini mengantarkan Pesantren Al-Falah sebagai pusat gerakan Hisbullah. Di pihak lain keadaan demikian menjadikan Pessantren Al-Falah sebagai target sasaran mortir serangan Belanda yang waktu itu diarahkan dari Malayu . Keadaan demikian memaksa KH. Badruzzaman untuk melakukan gerakan Hijrah “dari satu tempat ke tempat lain. Pada mulanya hijrah dilakukan antar Desa dan Kecamatan di Kab. Garut. Dari Pesantren Al-Falah ia hijrah ke Kp. Leuceun kemudian ke Kp. Sangkan dari sangkan ke Kp. Lamping dari lamping ke Kp. Nunggal kemudian Kp. Cimencek kemudian Kp. Cijugul kemudian Kp. Cidadali kemudian kawah Kamojang. Dan setiap tempat yang disinggahi menjadi sasaran serangan Belanda. Kemudian melakukan hijrah antar Kabupaten dari Garut ke Cikalong kemudian ke Majenang kemudian ke Tasikmalaya.

Perjuangan dalam gerakan “Hijrah” tampaknya justru membawa hasil positif, yakni semakin bertambahnya masyarakat di daerah-daerah hijrah itu kemudian turut bergabung dengan KH. Badruzzaman dan mengikuti Tarekat Tijaniyah. Belakangan daerah-daerah pengungsian menjadi basis warga Tijaniyah. Perjuangan kaum Tijaniyah dalam merebut kemerdekaan berlanjut dalam gerakan mengisi kemerdekaan melalui aktifitas politik dan bergabung dengan organisasi politik Masyumi, sebagai wadah alternatif organisasi penyalur aspirasi politik mereka dalam usaha partisipasi mengisi kemerdekaan.

Setelah Masumi dibubarkan, pengabdian bangsa melalui politik dilakukan melalui SI ( Serikat Islam) PERTI ( Persatuan Tarbiyah Islamiyah ), dan wadah-wadah lokal : Al-Muwafakah dan POE (Persatuan dalam Indonesia). Meskipun pejuangan meraih kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan cukup menyita aktifitas Tarekat Tijaniyah, tetapi aktifitas tarekat seperti pembinaan, pengamalan wirid, dan pengajaran kepada murid-murid terus berjalan. Pengabdian kepada agama melalui pendidikan santri-santri pesantren, masyarakat dan pembinaan murid-murid Tijaniyah menjadi bagian yang tidak terpisahkan bagi KH. Badruzzaman pada masa kepemimpinannya di Tarekat Tijaniyah. Pada masa kepemimpinannya, KH. Badruzzaman pernah mengangkat Muqaddam (Muqayad) sebanyak sepuluh orang di berbagai daerah untuk membina untuk membina muri-murid tijaniyah di daerah masing-masing. Kepemimpinannya yang berlangsung selama sekitar 45 tahun menghasilkan ribuan murid Tijaniyah di Garut (beliau wafat tahun 1972). (IB)

Sumber : http://tijaniyahgarut.wordpress.com/